Keindahan Dan Panorama Gunung Bromo , Gunung Terindah di Jawatimur, Indonesia, Asal-Usul Dan Sejarah Suku Tengger di Gunung Bromo
Gunung Bromo adalah Gunung berapi yang terletak di jawa timur, Gunung Bromo juga termasuk gunung yang masih aktif , meskipun cukup berbahaya tetapi keindahan gunungnya ini sangat sayang untuk dilewatkan . Bromo termasuk tempat wisata di indonesia yang sangat bisa diandalkan untuk kemajuan devisa negara kita semakin banyak turis ke bromo semakin banyak pendapatan negara kita itu hanya di bromo di lain bromo ? seperti bali , jogjakarta , lombok , dan lain lain
Keindahan dunia ini memang seperti disurga dan ini info tentang
Gunung Bromo :
Info Dan Silsilah Gunung Bromo
Gunung Bromo berasal (dari bahasa Sansekerta/Jawa Kuna: Brahma, salah seorang Dewa Utama Hindu), yakni gunung berapi yang sedang aktif dan sangat terkenal sebagai obyek tempat wisata di daerah Jawa Timur. dijadikan sebuah obyek wisata, Gunung Bromo menjadi menarik karena statusnya sebagai gunung berapi yang masih aktif.
Bromo memiliki ketinggiansekitar 2.392 meter di atas permukaan laut itu berada dalam empat wilayah, yakni Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Kabupaten Malang. Bentuk tubuh Gunung Bromo bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas sekitar 10 kilometer persegi.
Gunung Bromo mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah ± 800 meter (utara-selatan) dan ± 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo.
SUKU TENGGER
Suku Tengger adalah warga asli yang mendiami kawasan Gunung Bromo dan wisalayah
Mount Bromo National Park Tengger
Mount Semeru, di Jawa Timur. Masyarakat suku Tengger sejak awal merupakan penganut Hindu yang taat dan sedikit berbeda dengan yang ada di Bali. Suku Tengger adalah pemeluk agama Hindu lama dan tidak seperti pemeluk agama Hindu umumnya yang memiliki candi atau kuil sebagai tempat peribadatan. Hingga kini mereka meyakini sebagai keturunan langsung dari pengikut Kerajaan Majapahit.
Tingkat pertumbuhan penduduk suku Tengger yang berdiam di kawasan pegunungan Tengger ini tergolong rendah. Meskipun keberadaan mereka terpusat di sekitar kawasan tersebut tetapi persebarannya kini telah mencapai sebagian wilayah Kabupaten Pasuruan, Lumajang, Probolinggo, dan Malang.
Suku Tengger di Bormo dikenal sangat berpegang teguh pada adat dan istiadat Hindu lama yang menjadi pedoman hidup mereka. Keberadaan suku ini juga sangat dihormati oleh penduduk sekitar karena menerapkan hidup sederhana dan jujur. Mata pencaharian mereka sebagian besar adalah petani dan bahasa yang mereka gunakan sehari-hari adalah bahasa Jawa Kuno. Mereka tidak memiliki kasta bahasa, sangat berbeda dengan bahasa Jawa yang dipakai umumnya memiliki tingkatan bahasa.
Dari namanya asal-usul kata tengger berasal gabungan dua kata, yaitu teng dan ger. Keduanya merupakan akhiran kata dari dua nama, yaitu Roro An-teng dan Joko Se-ger. Hal itu terkait Legenda Roro Anteng dan Joko Seger. Menurut penuturan masyarakat setempat, diyakini bahwa mereka adalah keturunan Roro Anteng, yaitu seorang putri dari raja Majapahit dan Joko Seger, yaitu putera seorang brahmana. Asal mula nama suku Tengger diambil dari nama belakang Rara Anteng dan Jaka Seger. Keduanya membangun pemukiman dan memerintah di kawasan Tengger ini kemudian menamakannya sebagai Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger atau artinya “Penguasa Tengger yang Budiman”.
Disebutkan bahwa Rara Anteng adalah wanita yang sangat cantik sehingga banyak pria berebut memperistrinya. Akan tetapi, Rara Anteng sendiri jatuh hati pada seorang putra brahma bernama Joko Seger. Hubungan mereka terhalang oleh seorang penjahat sakti bernama Kyai Bima dan ingin menjadikan Rara Anteng sebagai istri. Rara Anteng menolak pinangan Kyai Bima dengan isyarat mengharap dibuatkan lautan pasir di atas gunung dalam waktu satu malam. Tidak dikira ternyata Kyai Bima menyanggupinya kemudian berupaya membuat lautan pasir menggunakan tempurung (batok) dan untuk mengairi lautan pasir tersebut dibuatlah sumur raksasa. Melihat Kyai Bima hampir berhasil, Roro Anteng kemudian bergesgas menggagalkannya dengan cara menumbuk padi sekeras mungkin agar ayam berkokok dan burung berkicau sebagai pertanda pagi hari telah tiba. Hal itu ternyata membuat Kyai Bima terkecoh dan menyerah sehingga meninggalkan pekerjaannya. Sisa-sisa pekerjaan Kyai Bima terlantar di kawasan ini, yaitu: hamparan lautan pasir di bawah Gunung Bromo yang disebut Segara Wedhi, sebuah bukit berbentuk seperti tempurung di selatan Gunung Bromo yang disebut Gunung Batok, serta gundukan tanah yang tersebar di kawasan Tengger, meliputi: Gunung Pundak-Lembu, Gunung Ringgit, Gunung Lingga. Gunung Gendera, dan lainnya.
Suku Tengger di
Gunung Bromo rutin mengadakan beberapa upacara adat dan yang terbesar adalah Hari Raya Yadnya Kasada atau Upacara Kasodo. Saat perayaan hari besar suku Tengger ini Gunung Bromo bukan hanya dikunjungi umat Hindu Tengger dari berbagai penjuru Taman Nasional Bromo Tengger Semeru tetapi umat Hindu dari Bali yang merasa mereka adalah keturunan dari Kerajaan Majapahit. Tidak hanya itu, saat upacara ini berlangsung, Pura Luhur Poten Bromo yang berada di antara Gunung Batok dan Gunung Bromo akan dikunjungi oleh banyak wisatawan dari berbagai negara dan penjuru Tanah Air.
Selain upacara Yadnya Kasada, ada juga Hari Raya Karo dan Unan-Unan. Berhubungan dengan siklus kehidupan warga suku Tengger juga diadakan ritual adat yaitu: saat kelahiran (upacara sayut, cuplak puser, tugel kuncung), menikah (upacara walagara), kematian (entas-entas, dan lainnya), upacara adat berhubungan siklus pertanian, mendirikan rumah, dan juga terkait adanya gejala alam seperti leliwet dan barikan.
Apabila Anda ingin bertemu dan berinteraksi langsung dengan warga suku Tengger maka persebaran utama mereka ada di sekitar Gunung Bromo dan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Untuk menuju lokasi ini maka Anda dapat melalui Kota Surabaya atau Kota Malang menggunakan mobil sewaan atau kendaraan umum. Anda dapat menginap di salah satu hotel di kawasan ini untuk memastikan melihat Matahari terbit yang menakjubkan di Bromo.